Monday, January 19, 2015

anu... ulang


Anu...,
2011 lalu, kata {ulang} sering banget keluar masuk telinga.

Anu...,
Soalnya waktu itu gambar masih ala kadarnya.

Anu...,
Menyesal juga kalau tiba-tiba ada hasrat ingin buka portfolio lawas TKAD zaman maba.

Anu...,
Bolehlah ya saya upload gambar saya sebagian gambar saya terkini.

Anu...,
Bukan gambar arsitektur dan/atau TKAD sih. But it's okay, isn't it?









Anu...,
Pamer dulu lah sedikit baru tancap gas lagi gambar arsitektural.

Anu...,
Maaf kalau tidak terlalu pro.

Anu...,
Yasudah {ulang} bukan sebuah kegagalan kok.

Anu...satu lagi,
Sorry, do not post these photos without any permission.

Anu...,
terima kasih.



Thursday, January 1, 2015

medsos : temen apa temen?



Kamu anak kekinian? Oh ya jelas...
Punya smartphone / iphone / laptop? Punya smartphone & laptop, kalo iphone pikir-pikir dulu.
Apakah perangkatmu terkoneksi dengan internet? Iya.
Punya aplikasi medsos di perangkatmu? Sebagian.
Kalau iya, apa saja yang aktif kamu gunakan? Facebook, Twitter, Instagram, Line, Tumblr, Blogger, Ask.fm, Google+, dan....

....

.....dan masih banyak lagi bukan media sosial yang kamu gunakan? Ngerasa nggak sih, sekarang dikit-dikit bikin status, dikit-dikit upload ke instagram, dikit-dikit ngetwit, dikit-dikit ngeblog kayak penulisnya ahahahaaha. Ya itulah keadaan yang menggambarkan secuplik siklus hidupku. Aku yakin semua temen-temen seusia juga seperti itu. Wajar kok, namanya juga perkembangan zaman.

Anyhow, menurut kalian, konsep pertemanan di medsos itu kayak gimana sih?

Aku tanya KONSEP KALIAN lho ya, bukan KONSEP MEDSOSnya. Apakah beberapa di antara kalian adalah orang yang sangat selektif meng-confirm friend request? Apakah beberapa di antara kalian ada yang berpikir bahwa 'it's okay to approve strangers'? Ataukah beberapa di antara kalian menge-add seseorang hanya untuk keperluan kepo? Itu kewenangan kalian sih, karena sebenernya dengan kalian membuat sebuah account, artinya kalian sudah siap menerima risiko dari adanya account tersebut.

--oOo--


KASUS #1
Ada sebuah kelompok 'kencan' yang dipertemukan secara acak. Terdiri dari 3 wanita dan 2 pria. Mereka bertatap muka secara intens selama 1 bulan. Dua wanita adalah orang yang extrovert dan berteman lama, sebut saja A dan B, sehingga mereka juga saling berteman via medsos. Satu wanita lagi sangat introvert bernama C. Sisanya, dua pria bernama D dan E

Salah seorang pria, D, sebenarnya sudah memiliki pacar sehingga ia sangat menjaga perlakuannya baik di dunia nyata maupun maya. Ia memilih untuk tidak menambahkan siapapun ke dalam jaringan akun sosmednya. 

Sedangkan E, ia segera saja mengepo teman-teman barunya ini dengan mengetikkan nama teman-temannya di tabel pencarian Google. Sedetik setelahnya, ia mendapatkan informasi akun facebook, twitter, bahkan blogger mereka. Anehnya, ia hanya menambahkan B dan C. Ia juga menge-add D, namun tak kunjung mendapat approve. Mengapa ia tak menge-add A

Padahal, dengan E menge-add B, otomatis notifikasinya masuk juga ke newsfeed si A. Padahal juga, nama A sudah masuk friend suggestion di akun si E. Si E bahkan juga terang-terangan mengatakan pada A (di dunia nyata tentunya) kalau ia kemarin menemukan salah satu postingan blog si A dan menyarankan untuk menghapus salah satu postingannya. 

Any clue?


KASUS #2
Di sebuah sekolah, terdapat beberapa kelompok geng. Setiap anggota geng memiliki sifat yang berbeda-beda. Sayangnya, perbedaan itu tidak membuat satu sama lain dekat. Sebagaimana sebuah gadget menjadikannya semakin berjarak.

Satu ketika, seseorang dari geng YukYes mengunggah fotonya ke instagram. Fotonya memang kece badai, sehingga layak untuk mendapatkan apresiasi lebih. Merasa kagum dengan foto yang diunggah tersebut, seorang dari geng YoiBro segera mengetap layar gadgetnya 2 kali, tanda ia menge-love foto si YukYes. Tak selesai sampai di situ, si YoiBro ikut mengomentari sekedar mengatakan "Waaaaah fotonya bagus banget ya.." di antara beberapa komen yang masuk di foto itu.

Hal yang lucu, si YukYes melangkahi komen si YoiBro, hanya mengindahkan komen-komen lain. Merasa diacuhkan, si YoiBro hanya bisa ngedumel bebas di belakang. Apa yang membuat ia kesal, ternyata, selain komennya diacuhkan, permintaan folbacknya yang telah ia kirim berbulan-bulan yang lalu juga tidak ditanggapi. 

Balik lagi ke dunia nyata, beberapa waktu setelah itu, YoiBro mengabadikan sebuah momen dengan ponselnya. Hasilnya sangat bagus, untuk ukurannya. Melihat itu, si YukYes yang sedari tadi mengamati YoiBro jeprat-jepret mendekatinya dan mengatakan "Eh, foto-foto di instagrammu mirip sama foto di instagramku," 

Seketika itu juga, si YoiBro hanya bisa manyun karena sakitnya berasa seperti di read doang.

--oOo--



Pernah ngerasa seperti 2 kasus di atas?

Beberapa waktu yang lalu, aku nggak sengaja menemukan sebuah artikel blog seseorang. Intinya, ia baru saja meng-unfollow salah seorang temannya di sebuah sosmed. Temannya otomatis gusar dengan kejadian itu. Komentarnya, "Bagaimana mungkin seorang teman akrab di dunia nyata diunfollow?" 

Di sisi lain, si empunya blog juga mengatakan sebagai excusenya bahwa yang temannya tulis atau upload hanya sekelas sampah, nggak mutu, alay-alayan doang, yang sudah pasti nyebelin bagi sebagian orang. Walaupun begitu, si blogger ini berusaha meyakinkan temannya bahwa kalau "Berteman itu tak hanya di medsos saja. Kan bisa, tetep akrab di dunia nyata...,"



#waduh  #lol  #fin


Sunday, December 28, 2014

obviously random thought

Selamat malam,


Boleh kan ya sekali-kali posting yang agak serius? Pendeknya, beberapa menit yang lalu saya googling tentang agnostik. Ujung-ujungnya bermuara pada sebuah situs di mana para adminnya merupakan penganut atheisme. Banyak argumen terbantahkan tentang ajaran theis, berkat tingginya logika para atheist ini. Sejujurnya, saya kagum dengan mereka -yang atheis- karena ya...mungkin IQ saya yang nggak tinggi-tinggi amat ini jauh di bawah mereka. Mana mungkin saya mengerti teori quantum, wong teori mekanika teknik aja (yang tiap semester ada) nggak khatam. hahaha *ketawa pait*

Balik lagi,
Saya bukan seorang yang religius, tapi saya sangat percaya pada adanya Tuhan, terlepas dari berapa banyak agama yang ada di dunia ini dan mengesampingkan pernyataan 'mana agama yang benar atau salah'. Saya cuma bisa berkata 'Hanya Tuhan yang tahu'.

Setelah membaca, anehnya, justru saya semakin bertanya-tanya mengapa seseorang bisa alpha terhadap keyakinan pada Tuhan. Apakah karena mereka memang sangat jenius? Karena mereka memang punya segudang fakta logis tentang teori-teori yang nggak mudah dimengerti awam? Atau mereka hanya pandai menyangkal dan berhipokrit? Saya juga tidak tahu... Kan, saya sudah bilang di awal kalau IQ saya moderat.

Beberapa pertanyaan saya yang sekelebat terlintas adalah
"Mereka (penganut atheis) sangatlah logis, bagaimana mereka menjelaskan konsep abstrak seperti bahagia, cinta, dsb?",
"Apakah mereka berpikir bahwa pasangan hidup adalah sebuah alat pemuas hasrat seks?" (aduh, bukan pemuas juga, kan puas juga abstrak... -_-"),
"Jika dingin adalah keadaan tidak adanya panas, dan gelap adalah keadaan tidak adanya cahaya, apakah pernyataan ini paralel dengan pernyataan atheis adalah keadaan tidak adanya iman?",
"Jika memang atheis tidak percaya Tuhan karena Tuhan tidak bisa dilihat dan diraba keadaannya, bagaimana mereka bisa percaya dengan atom?" (Karena saya sendiri belum pernah membuktikan atom secara riil, apakah bentuknya sama seperti yang di buku-buku IPA)
"Jika benar sains membuktikan segalanya berasal dari alam/manusia atau apalah itu, lalu mengapa ilmuwan sekelas Albert Einstein punya quote yang menjurus ke relijiusitas seperti 'God does not play dices' dan 'Science without religion is lame, religion without science is blind'?"

Mungkin saja, para atheis juga akan membalik pertanyaan saya menjadi ,"Kalau kamu belum pernah melihat atom, mengapa kamu juga bisa percaya pada Tuhan, yang jelas-jelas juga belum kamu lihat?". Ada benarnya juga sih. Hahaha kalau saya disodori kalimat killer macem begitu, mungkin saya juga tidak bisa menjawab. Tapi di dalam hati saya, saya yakin ada Zat Yang Maha Segalanya. Yang tidak bisa dijelaskan secara logika. Karena manusia tidak hanya dibekali logika, namun juga perasaan. Mungkin jika saya berada di dalam keadaan yang sangat genting dan ketika logika saya ini sudah tidak mampu berjalan lagi, contohnya kalau saja 10 tahun yang lalu saya ada di Aceh dan merasakan tsunami secara langsung, saya pasti akan berteriak minta tolong. Tapi minta tolong pada siapa? Semua orang sibuk pada urusannya masing-masing, berusaha menyelamatkan nyawanya sendiri. Pasti. Pasti saya akan berteriak (entah dalam hati atau lewat mulut) minta tolong pada Tuhan. Sekedar "Astaghfirullah" minimal. Namun, seandainya orang atheis mengalami langsung tsunami, apakah mereka masih bisa berpikir? Seandainya mereka minta tolong, pada siapakah mereka akan minta tolong?



Pada akhirnya, tulisan saya ini bukan untuk kegiatan theisisasi (alaaaaaaaah apa coba), islamisasi, atau kristenisasi. Bukan juga untuk berdebat dengan para atheis (Karena kalau diajak debat, pasti saya kalah telak. Serius. hahahahaha *lagi-lagi ketawa pait*). Sungguh, pada dasarnya saya menghomati para atheis. Cuma ada pikiran yang 'ngganjel' di dalam diri jadi bikin penasaran.

Peace.






Monday, April 14, 2014

fade






"... It wasn't about sales, money, or fame. It was the simply for the pure joy of playing music,and I personally think that our music was what kept us together over the years,"

Watanabe Rui
drummer and leader of fade



Fade has been among of my playlist for months, after my first encounter to Japanese alternative rock bands such as Rize and Pay Money to My Pain. I was a 'silent listener' and still is. I never mentioned them at twitter, I never tag them at Facebook, I never have myself registered as an official fans in their fanclub, even I never see their gig live. But it didn't change me as their fans.





It was all started when I saw Yellow Fried Chickenz through YouTube. I was like... 'what the hell is this white guy doing?' yet he impressed me a lot lol. Then I googled him and found a fact that he was a normal singer named Jon Underdown, under the band called 'fade'. Better Scared was the first song I listened back then. And because of their 'western style' music, I instantly hooked up.  Numerous songs such as 'It Was You', 'Face', 'She', and 'Filter' has been the-songs-that-you-will-played-over-and-over-again.

Thanks to Gackt (I think), fade was becoming bigger and bigger and bigger. They put more shows, they gave more attention, and so on. Great, I think! until one day ....

... One day, I checked my FB account as usual and caught their important announcement : they take indefinite break. Indefinite break was definitely a break up, man...  But I kept suggesting myself that they are only 'hiatus'. I think 'hiatus' is more suitable word instead of 'break' or even 'disband'. Sad? You know the answer well. I will always support them tbh.. All my love for fade.

This is April aight? 
Ugh, I (actually) hope this announcement was a trolling 'April Fools'



Cause nothing lasts for good
So you may say to me
But I will make this last for you, so forever
embrace everything that you feel now
One day I will see your gig, Fade!!!





PS. I have to make a fade fanart real soon :)
      Sorry for my messy english 






Saturday, December 28, 2013

one that never rotten



....Maybe a sentence can describe the whole thing.
And that will be "FUCK MY LIFE!" 
-myself-



Saya nggak tahu lagi sama kuliah saya. Yes I love architecture, but not in this painful way. Damn. Mungkin banyak orang yang liat saya nggak berprogress pas studio. Yes, I admit it. Tapi yang perlu digarisbawahi adalah : saya tetap mengerjakan studio TETAPI BUKAN DI STUDIO. Nggak tahu kenapa, saya selalu merasa tertekan ketika saya di studio. Saya selalu takut pekerjaan saya dicela. Mungkin itu sebuah phobia, mungkin.. Selama ini saya selalu mengerjakan di perpustakaan atau di manapun tempat yang sepi. Sampai saya harus rela mengorbankan asistensi. Saya tahu saya salah, tetapi ini masalah ketenangan batin. Saya takut akan kekalahan. Saya takut akan kritikan. I guess I have very big pride, too big pride. Sampai saat ini, saya selalu mengerjakan studio dengan black box dengan konsekuensi banyak kesalahan dan tidak dipercaya orang.

Itu semua cuma prolog. Cerita baru dimulai setelah kalimat ini.

So, we have several friends who kinda having a hard time in architecture. So do I. Sampai akhirnya beberapa teman cerita ke seorang 'pejabat'. Apa yang mereka ceritakan bukan soal saya. Tetapi masalah lain yang tidak bisa saya ceritakan di blog ini. Namun, chit-chatting tadi benar-benar 'tepat sasaran' atau lebih tepatnya 'nyasar' juga ke saya. Prolog di atas sudah menggambarkan dengan gamblang kondisi saya. Saya juga bermasalah. Yaaaa walaupun mungkin dosen tidak berpikiran bahwa saya bermasalah, tetapi pikiran saya selalu dipenuhi kekalutan. Apalagi saya tidak pernah mendapat nilai memuaskan di mata kuliah studio ini. Motherfuckeeeeeeer. Saya pingin nangis sejadi-jadinya sambil berharap saya bukan orang punya problem. 

Setelah baca tulisan saya, terserah kalian mau nge-judge saya apa. Tapi yang saya tulis benar-benar sesuai dengan keadaan saya. Saya pingin SURVIVE sampai saya lulus nanti. Saya masih ingin berusaha. I don't wanna rotten in this small problem. Wish me luck, and May Allah SWT give me strength to face this hard, even the hardest reality. Amin.



a cold and empty hole, the darkest place I know is where I hid myself for so long.

If I had just one wish I'd find a way to stay, stay inside forever all alone.
but would you understand?
If I still wanted to change, throw it all away and start over again...

I've seen all there is to see. The best and worst of me.
so now it's time to face these enemies

-P.T.P×Masato from coldrain & 葉月 from lynch.-





Sunday, November 24, 2013

my new muse




Pay money To my Pain
'rain'


I played this song over and over again.
I love how they put their emotion in this song.
Very beautiful, yet ironic.


Friday, November 8, 2013

fyi












Ini keren.
Udah gitu aja.